BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata
audiens menjadi mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” dalam model
proses komunikasi massa (source, channel, message, receiver, effect) yang
dikemukakan oleh Wilbur Schramm (1955).
Audiens
adalah sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai
media atau komponen beserta isinya, seperti pendengar radio atau penonton
televisi.
Dengan
demikian Audiens dapat didefinisikan dalam beberapa aspek: aspek lokasi
(seperti dalam kasus media lokal); aspek personal (seperti ketika media
dicirikan dengan mengacu pada kelompok usia tertentu, jenis kelamin, keyakinan
politik atau pendapatan); aspek jenis media yang dipakai (teknologi dan
organisasi gabungan); aspek isi pesan (genre, materi pelajaran, gaya); aspek
waktu ('primetime' dan ‘primetime’, penonton dan juga lama menonton).
Sebelum
media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan
tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan
sebagai penerima pesan-pesan media massa.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian audiens?
2. Apa
Sejarah Perkembangan Audiens?
3. Apa
Dinamika Dan Dimensi Audiens Massa?
4. Apa
Konsep Audiens?
5. Apa
Tipe Audiens?
6. Apa
Karakteristik Audiens?
7. Apa
Jenis-jenis Audiens?
8. Apa
Faktor-faktor Audiens?
9. Apa
Perspektif Audiens?
10. Apa
Segmentasi Audiens?
C.
Tujuan
Pembahasan Masalah
1. Menjelaskan
pengertian audiens.
2. Menjelaskan
Sejarah Perkembangan Audiens.
3. Menjelaskan
Dinamika Dan Dimensi Audiens Massa.
4. Menjelaskan
Konsep Audiens.
5. Menjelaskan
Tipe Audiens.
6. Menjelaskan
Karakteristik Audiens.
7. Menjelaskan
Jenis-jenis Audiens.
8. Menjelaskan
faktor-faktor audiens.
9. Menjelaskan
Perspektif Audiens.
10. Menjelaskan
Segmentasi Audiens.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Audiens
Secara
harfiah audiens sama saja dengan khalayak. Audiens adalah sekumpulan orang yang
menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai media atau komponen beserta
isinya, seperti pendengar radio dan atau penonton televisi.
Kata
audiens menjadi mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” dalam model proses
komunikasi massa (source, channel, message, receiver, effect) yang dikemukakan
oleh Wilbur Schramm (1955).
Dalam
media, audiens dapat diartikan sebagai pasar dan program yang disajikan
merupakan produk yang ditawarkan. Pada dasarnya audiens merupakan sekumpulan
orang yang membaca, mendengar, menonton berbagai media massa, baik cetak maupun
elektronik. Audiens juga merupakan kehidupan sosial yang dilayani oleh media
dengan menyampaikan suatu informasi yang dibutuhkan.
Sebelum
media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan
tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan
sebagai penerima pesan-pesan media massa.
Audiens
adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu,dan terhimpun
bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarelasesuai dengan
harapan tertentu bagi maslahat menikmati, mengakui, mempelajari,merasa gembira,
tegang, kasihan, atau lega. Audiens juga dapat atau memang dikendalikan oleh
pihak yang berwenang dan karenanya merupakan bentuk perilaku kolektif yang
dilembagakan.
Pada
hakikatnya audiens bersifat dualitas, dalam arti ia merupakan kolektivitas yang
terbentuk baik sebagai tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan
berdasarkan perhatian pada isi media itu, sekaligus ia merupakan sesuatu yang
sudah ada dalam kehidupan sosial yang kemudian berhubungan dengan media
tersebut.
Dengan
demikian, penggemar dari para penulis, kelompok musik, atau serial televisi
tertentu disebut audiens, tetapi yang tidak mudah dilokalisasikan menurut waktu
dan tempat mungkin tidak memiliki eksistensi selain disebut kelompok sosial.
Pada ekstrem yang lain, anggota suatu masyarakat kecil mungkin memiliki surat
kabar lokalnya sendiri yang memenuhi kebutuhan mereka tetapi tidak memainkan
peran dalam mewujudkan komunitas atau dalam menetapkan batasnya atau dlam
menentukan kontinuitasnya.
Audiens
terbentuk karena adanya media. Secara perlahan-lahan masyarakat membentuk suatu
hal yang kita sebut dengan audiens. Secara historis, audiens terbentuk karena
adanya gagasan tentang public yang pada akhirnya berkembang hingga
sekarang.Media membentuk audiens menjadi beberapa bagian berdasarkan minat,
pendidikan, umur, sosial, agama dan juga politik.Seringkali audiens digunakan
sebagai alat dalam membanun pamor politik.
Konsep
tentang audiens memang berkembang terus. Audiens ada yang tercipta karena
respon masyarakat terhadap isi media yang disampaikan. Audiens juga tercipta
karena ada kesengajaan media massa untuk melayani sejumlah individu atau kelompok
audiens yang tersebar di masyarakat. Dengan pola terbentuknya audiens seperti
itu, maka secara teoritis terjadi proses yang menyatukan kelompok masyarakat
menjadi suatu audiens, ada juga yang dipecah menjadi kelompok-kelompok yang
mempunyai kecenderungan yang sama.
Dengan
demikian konsep audiens harus bisa menggambarkan proses hubungan social antara
media massa dengan lingkungan yang
menjadi berdirinya lembaga media. Oleh karena itu konsep media uses and
gratification dan kehidupan sehari-hari merupakan konsep-konsep yang akan
merajut agar konsep audiens lebih manusiawi, tidak membatasi individu dengan
lingkungan sosialnya maupun dengan media massanya. Sehingga bisa mempertemukan
konsep-konsep yang berbeda terutama tentang apakah audience itu terbentuk
karena respon masyarakat terhadap isi media atau desain awal media untuk
melayani keinginan masyarakat.
B.
Sejarah
Perkembangan Audiens
Sejarah
penelitian/ pembahasan mengenai audiens telah dimulai seiring dengan penelitian
tentang efek komunikasi massa. Pada awalnya, audiens dianggap pasif (teori
peluru (Bullet Theory) atau Model Jarum Hipodermis). Namun pembahasan audiens
secara intensif yang dimulai tahun 1940, Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan
Frank Stanton (dalam Barran & Davis, 2003) mempelopori mempelajari
aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep audiens aktif) dan kepuasan
audiens. Contohnya pada tahun 1942 Lazarfeld dan Stanton memproduksi buku seri
dengan perhatian pada bagaimana audiens menggunakan media untuk mengorganisir
pengalaman dan kehidupan sehari-hari.Tahun 1944 Herzog menulis artikel
Motivation and Gratifications of Daily Serial Listener, yang merupakan
publikasi awal tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media.
Pada
waktu itu, aktivitas audiens merupakan fokus kajian uses and gratifications.
Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi uses and gratifications
media menganggap bahwa audiens aktif dalam hal kesukarelaan dan orientasi
selektif dalam proses komunikasi massa.
Pandangan
audiens pasif menyatakan bahwa orang dengan mudah dipengaruhi secara langsung
oleh media, sementara pandangan audiens aktif menyatakan bahwa orang membuat
keputusan-keputusan yang lebih aktif tentang bagaimana menggunakan media. Bagi
sebagian besar, teori masyarakat massa cenderung untuk menganut pada konsep
audiens pasif, walaupun tidak semua teori audiens pasif dapat secara sah
disebut teori masyarakat massa. Demikian pula, kebanyakan teori masyarakat
menganut paham audiens aktif.
Frank
Biocca membicarakan lima karakteristik audiens aktif, dinyatakan secara tidak
langsung oleh teori-teori dari genre ini. Pertama adalah selektifitas. Audiens
aktif dianggap selektif akan media yang mereka pilih untuk digunakan.
Karakteristik kedua adalah utilitarianisme.Audiens aktif dikatakan menggunakan
media untuk memenuhi kebutuhan dan sasaran tertentu.Karakteristik ketiga adalah
dimana secara tidak langsung penggunaan isi media untuk maksud
tertentu.Karakteristik keempat adalah keterlibatan, atau upaya.Disini, audiens
secara aktif hadir, memikirkan, penggunaan media.Akhirnya, audiens aktif tidak
mempan dipengaruhi, atau tidak mudah dibujuk oleh media semata.
Timbulnya Audiens
Asal
mula sejarah audiens adalah sekelompok penonton drama, permainan, dan tontonan,
yaitu penonton pertunjukan.
Audiens
biasanya besar, dibandingkan dengan keseluruhan populasi dan berbagai
perkumpulan sosial yang biasa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung
dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan individual
untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu.
Audiens
biasanya besar dibandingkan dengan keseluruhan populasi dan berbagai
perkumpulan sosial yang biasa. Audiens telah direncanakan sebelumnya dan ditentukan tempatnya menurut waktu dan tempat,
dan seringkali dengan provisi khusus untuk memaksimumkan kualitas penerimaan.
Suasana
lingkungan bagi audiens (teater, aula, rumah ibadah) seringkali dirancang
dengan indikasi peringkat dan status. Audiens adalah pertemuan publik,
berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan
individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu.
Audiens juga dapat dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya
merupakan bentuk perilaku kolektif yang dilembagakan.
Unsur
historis lain tentang gagasan audiens menyusul penemuan percetakan dan
perkembangan publik pembaca (reading public), yaitu merreka yang benar-benar
ikut serta dalam bacaan pribadi dan menyediakan pengkut bagi penulis dan aliran
tertentu. Perkembangan ini juga menimbulkan pembagian ekonomi yang lebih jelas
(kaya dan miskin atau antara penduduk perkotaan dan pedesaan).
Selain
itu perkembangan lainnya adalah tumbuhnya komersialisasi berbagai bentuk
komunikasi pertunjukan dan publik, khsususnya media cetak yang menimbulkan
pengoperasian berskala besar serta pemisahan iklan dan industri media.
Perkembangan
ketiga, adalah bahwa media elektronika membantu peniadaan tempat audiens dan
memisah-misahkan para anggotanya satu sama lain dan dari para pengirim.
Perkembangan
terakhir adalah penegasan ulang di bawah pengaruh teori politik demokrasi dan
meluasnya fungsi komununikasi massa, dan tuntutan oleh, atau atas nama
masyarakat bagi pengendalian media. Tuntutan akan akses, keikutsertaan serta
tanggung jawab media dan tanggung jawab sosial mencerminkan melusnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya media yang memiliki implikasi pada hakikat
audiens media.
C.
Dinamika
Dan Dimensi Audiens Massa
Perkembangan
audiens massa tidak luput dari suatu dinamika yang terhubung dengan komunikasi
massa. Dinamika audiens massa terbentuk dari suatu hasil penelitian,
diantaranya :
1. Tradisi
structural
Penelitian
audiens digunakan untuk melihat ukuran jumlah audiens dan luas jangkauan media,
termasuk di dalamnya adalah struktur dan komposisi social audiens, seperti
siapa, kapan dan dimana audiens melakukan akses media.Data-data tersebut
digunakan oleh manajemen untuk menjual program acara atau materi isi suntuk
memperoleh iklan.Data audiens tersebut selanjutnya dikembangkan untuk melakukan
riset pasar dan iklan.Tradisi penelitian kuantitatif ini, sampai sekarang masih
banyak digunakan oleh manajemen untuk mengembangkan materi isi, pengembangan
pasar dan perluasan perolehan iklan.Oleh karena itu metode yang banyak
digunakan adalah survey dan analisis statistic.
2. Tradisi
behavioral
Penelitian
audiens lebih memusatkan pada persoalan efek atau dampak media dan kebiasaan
bermedia masyarakat. Penelitian tersebut muncul karena melihat hubungan media
dengan audiens dalam perspektif komunikasi searah, yang melihat proses feedback
yang terjadi antara sender dan receiver tidak berjalan dalam proses yang
seharusnya. Tradisi behavioral ini memberikan manfaat di dalam upaya memahami
efek media, kebiasaan dan perilaku audiens, serta mampu menjelaskan dan
mempredikis pilihan, reaksi dan efek media.Data-data yang bisa dikumpulkan
melalui survey, eksperimen, pengukuran mental adalah menyangkut motivasi,
tindakan pilihan dan reaksi audiens.
3. Tradisi
cultural
Melihat
audiens sebagai bagian dari suatu norma kehidupan di masyarakat yang mempunyai
kerangka berpikir. Dengan demikian setiap pesan yang disampaikan oleh media
massa akan di konstruksikan dalam makna tertentu oleh audiens. Konteks social
budaya dan proses pemberian makna pada produk budaya berdasarkan pengalaman di
dalam kehidupan sehari-hari, merupakan focus yang dilakukan oleh tradisi
penelitian kualitatif ini untuk memahami teks media. Oleh karena itu, tradisi
ini menolak analisis dengan menggunakan model stimulus-respon dan efek yang dilihat sebagai suatu proses
yang berjalan satu arah saja. Metode yang banyak digunakan adalah ethnografi.
Tipologi Aktivitas Audiens
(Levy dan
Windahl, 1984)
Urutan komunikasi
|
|||
Orientasi
Audiens
|
Sebelum terpaan
|
Selama terpaan
|
Sesudah terpaan
|
Selektivitas
|
Terpaan selektif, mencari-cari
|
Persepsi selektif
|
Ingatan selektif
|
Keterlibatan
|
Antisipasi dari terpaan
|
Perhatian, pembentukan makna,
interaksi parasosial, identifikasi
|
Identifikasi jangka panjang,
mengkhayal
|
Kegunaan
|
koin pertukaran
|
Menggunakan untuk memperoleh kepuasan
|
menggunakan kepemimpinan
pendapat suatu topik
|
Lebih lanjut, Levy dan Windahl menghubungkan antara
variabel keterlibatan selama terpaan dengan variabel preexposure selectivity,
yang menghasilkan 4 subtipe aktivitas audiens. Tipologi subtipe aktivitas audiens tersebut tersaji pada
tabel berikut ini.
Preexposure selectivity
|
||
Keterlibatan selama terpaan
|
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Mencari kepuasan yang dimotivasi
|
Keterlibatan indiskriminasi
|
Rendah
|
Topik ritual
|
Melewatkan waktu
|
Dalam penelitiannya, Levy dan Windahl menyatakan bahwa
ada korelasi positif yang signifikan antara pengukuran aktivitas audiens dengan
indikator-indikator pencarian kepuasan dan pemerolehan kepuasan. Pada kasus
hubungan antara aktivitas dengan pencarian kepuasan, ditemukan bahwa individu
menggunakan media untuk memperoleh kepuasan sosial maupun psikososialnya, dan
audiens akan aktif memenuhi harapannya itu dalam proses komunikasi yang
dilakukannya. Sebaliknya, hubungan antara aktivitas dengan pemerolehan kepuasan,
memperlihatkan bahwa pengalaman individu yang lebih aktif akan berada pada
level kepuasan yang lebih tinggi, dan aktivitas harus dilihat sebagai variabel
independen.
Levy
dan Windahl menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk melalui dua
dimensi, diantaranya :
1. Dimensi
orientasi audiens terdiri dari tiga tingkatan:
·
Selektivitas terhadap isi media
·
Keterlibatan (involvement) :
a) Tingkatan
dimana audiens menghubungkan dirinya dengan isi media,
b) Suatu
tingkatan dimana individu berinteraksi secara psikologis dengan media atau
termasuk di dalamnya dengan pesan-pesan media.
·
Kegunaan (utility), yaitu individu
menggunakan atau mengantisipasi penggunaan komunikasi massa untuk tujuan sosial
atau psikologisnya.
2. Dimensi
temporal (urutan komunikasi), yaitu dimensi yang menjelaskan aktivitas audiens
dilihat sebelum, selama, dan sesudah terpaan (exposure).
Dinamika
dan dimensi audiens massa itu pun selalu terhubung dengan budaya massa yang ada
pada komunikasi massa. Budaya massa terbentuk karena perkembangan era globalisasi
yang terjadi di sekitar kita. Karakter yang terbentuk dari budaya massa,
sebagai berikut :
1. Non-tradisional
Umumnya
komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya populer. Budaya populer ini lebih
cenderung menonjolkan unsur kepopulerannya.Contoh: kontes pencarian bakat di
bidang tarik suara seperti Indonesian Idol, KDI, AFI, dsb.
2. Merakyat
Tersebar
di basis massa sehingga tidak mengerucut di tingkat elite, namun apabila ada
elite yang terlibat dalam proses ini, maka itu bagian dari basis massa itu sendiri.
3. Infotainment
Produk
pemberitaan yang diperuntukkan kepada massa secara luas. Kita tahu bahwa semua
orang juga dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum.
4. Budaya
massa sangat berhubungan dengan budaya popular sebagai sumber budaya massa.
Contoh:
acara-acara seni pertunjukan tradisional mulanya hanya menjadi
tontonan/diminati oleh pemilik budaya dari seni yang bersangkutan. Namun begitu
dikemas dan ditayangkan di media massa maka akan berubah menjadi budaya populer
yang ditonton juga oleh berbagai kalangan dan latar belakang budaya yang
berbeda.
5. Budaya
massa, terutama yang diproduksi oleh media
massa diproduksi menggunakan biaya yang cukup besar,
karena
itu harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri,
karena itu budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi
jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan
keuntungan bagi kapital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut.
6. Budaya
massa juga diproduksi secara ekslusif
menggunakan
simbol-simbol kelas sosial sehingga terkesan diperuntukkan kepada masyarakat
modern yang homogen, terbatas dan tertutup (Bungin, 2007 : 77 – 78).
D.
Konsep
Audiens
McQuail
(1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai berikut:
1. Audiens
sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, dan pemirsa.
Kumpulan
inilah yang disebut sebagai audiens dalam bentuk yang paling dikenal dan
menjadi perhatian seluruh penelitian media. Fokusnya adalah pada jumlah total
orang yang dapat dijangkau oleh satuan isi media tertentu dan jumlah orang
dalam karakteristik demografi tertentu yang penting bagi pengirim.
Dalam
praktek, penerapan konsep tersebut tidaklah sesederhana itu dan akhirnya
menimbulkan pertimbangan yang melebihi soal kuantitatif semata.
Clausse
telah menunjukkan beberapa kelemahan untuk membedakan berbagai kadar
keikutsertaan dan keterlibatan audiens.
Audiens
yang pertama dan yang terbesar adalah populasi yang tersedia untuk menerima
tawaran komunikasi tertentu. Dengan demikian, semau yang memiliki pesawat
televisi adlah audiens televisi adlam artian tertentu.
Kedua,
terdapat audiens yang benar-benar menerima hal-hal yang ditawarkan dengan kadar
yang brbeda-beda seperti pemirsa televisi reguler, pembeli surat kabar, dan
sebagainya.
Ketiga,
ada bagian audiens sebenarnya yang mencatat penerimaan isi, dan yang terakhir
ada bagian lebih kecil yang mengendpkan hal-hal yang ditawarkan dan diterima.
Clausse
mengemukakn hal ini dengan mengacu pad serangkaian penyusutan, dari populasi
masyarakat secara menyeluruh, kemudian publik potensial bagi suatu pesan,
hingga publik efektif yang benar-benar mengikut, sampai dengan publik pesan
tertentu, dan akhirnya publik yang benar-benar terpengaruh oleh komunikasi.
2. Audiens
sebagai massa
Massa
seringkali sangat besar, lebih besar dari kebanyakan kelompok, kerumunan atau
publik. Para anggota massa tersebar luas dan biasanya tidak saling mengenal
satu sama lain. Massa kurang memiliki kesadaran diri dan identitas diri, serta
tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisasi untuk mencapai tujuan
tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan berada dalam
batas wilayah yang selalu berubah pula.
Ia tidak bertindak untuk dirinya sendiri, tetapi “disetir” untuk
melakukan suatu tindakan.
Audiens
sebagai massa lebih menekankan pada ukurannya yang besar, heterogenitas,
penyebaran, dan anonimitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisi
yang selalu berubah dengan cepat dan tidak konsisten.
Massa
tidak memiliki keberadaan/eksistensi yang berlanjut kecuali dalam pikiran
mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang
sebanyak mungkin.
Menurut
Raymond William, tidak ada massa rakyat, yang ada hanya cara pandang
orang-orang sebagai massa. Meskipun demikian, hal itu telah cenderung menjadi
standar untuk memutuskan audiens, semakin mendekati pengertian massa, telah
menyamakan massa dengan audiens bagi media massa.
3. Audiens
sebagai publik atau kelompok sosial
Unsur
penting dalam versi audiens ini adalah praeksistensi dari kelompok sosial yang
aktif, interaktif, dan sebagian besar otonom yang sebagian besar dilayani oleh
media tertentu, tetapi keberadaannya tidak tergantung pada media.
Gagasan
tetang publik telah dibahas melalui sosiologi dan teori demokrasi liberal. Misalnya
gagasan telah didefinisikan oleh Dewey sebagi pengelompokan orang-orang secara
politis yang terwujud sebagai unit sosial melalui pengakuan bersama atas
masalah bersama yang perlu ditanggulangi. Pengelompokan seperti ini memerlukan
berbagai sarana komunikasi bagi pengembangan dan kesinambungannya.
Meskipun
demikian, kita dapat melihat adanya bukti tentang eksistensi berbagai bentukan
audiens yang berciri publik. Hampir seluruh masyarkat memiliki publik yang
mengetahui, yaitu bagian audiens yang paling aktif dalam kehidupan politik dn
sosial serta memiliki banyak sumber informasi, khususnya golongan elit,
pembentukan opini, dan pers spesialis. Bukti kedua, banyak negara menguasai
beberapa pers partai tertentu atau pers yang memang memiliki hubungan politik
dengan kelompok pembacanya. Di sini keanggotaan atau pendukung partai tertentu
membentuk publik yang juga adlah audiens.
Bukti
ketiga, terdapat audiens lokal atau komunitas bagi publikasi yang bersifat
lokal. Dalam hal ini audiens cenderung serupa dengan anggota, khususnya anggota
yang paling aktif dari komunitas yang ad sebelumnya, yaitu kelompok sosial.
Bukti
terakhir, terdapat sangat banyak audiens tertentu yang terbentuk atas dasar
isu, minat, atau bidang keahlian yang mungkin memiliki bentuk interaksi lainnya
dan bukan sekedar penciptaan pasokan media.
4. Audiens
sebagai pasar
Audiens
sebagai pasar muncul sebagai akibat perkembangan ekonomi. Produk media
merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk dijual kepada sekumpulan
konsumen tertentu yang potensial, bersaing dengan produk media lainnya.
Audiens
sebagai pasar berarti sekumpulan calon konsumen dengan profil sosial ekonomi
yang diketahui yang merupakan sasaran suatu medium atau pesan.
Konsep
audiens sebagai pasar ini mirip dengan audiens sebagai massa. Dalam arti
jumlahnya yang besar. Yang perlu diperhatikan adalah soal selera dalam
kaitannya dengan produk media yang akan menjadi minat mereka.
Audiens
dipandang memiliki signifikansi rangkap bagi media, sebagai perangkat calon
konsumen produk dan sebagai audiens jenis iklan tertentu. Yang merupakan sumber
pendapatan media yang penting.
Dengan
demikian, pasar bagi produk media juga mungkin merupakan pasar bagi produk
lainnya. Meskipun media komersial perlu memandang audiensnya sebagai pasar dlam
arti itu dan adakalanya mencirikan audiens tertentu dalam hubungannya dengan
gaya hidup dan pola konsumsi, ada sejumlah konsekuensi pendekatan ini terhadap
cara memandang audiens.
Sedangkan
Allor (1988) menyebutkan bahwa audiens itu berada dimana-mana dan tidak
mempunyai tempat yang real.
Menurut
Nightingale (2003) ada 4 pengertian audiens, diantaranya :
1. Audiens
yaitu “orang-orang yang berkumpul”,
2. Audiens
yaitu “orang-orang yang dituju”. Berarti suatu grup yang terdiri dari
orang-orang yang dikirim pesan,
3. Audiens
yaitu “yang terjadinya”. Pengalaman akan menerima pesan, apakah sendiri atau
dengan orang lain sebagai kejadian interaksi di kehidupan,
4. Audiens
yaitu”mendengar” atau “audisi”.
Konsep Jangkauan Audiens
Menurut
Tunstall (1971), audiens adalah inti dari kegiatan media dan sebagai shared
goal dari organisasi media. Karena faktanya, media membutuhkan khalayak untuk
keberlangsungan hidupnya, sumber inspirasi dan sumber pendapatan. Ada 6 (enam)
konsep terkait jangkauan audiens, yakni:
1. the
available : daya jangkau penerimaan pesan
2. the
paying : audiens yang bersedia membayar untuk mendapat produk media
3. the
attentive : audiens yang memperhatikan kandungan utama media
4. the
internal : audiens yang memusatkan perhatian pada bagian-bagian tertentu dari
isi utama kandungan media
5. the
cumulative: keseluruhan audiens potensial yang terjangkau dalam kurun waktu
tertentu
6. the
target : satuan audiens potensial yang sengaja dijangkau untuk tujuan khusus
Roger
Clausse menawarkan sebuah skema jangkauan audiens:
1. Merepresentasikan
seluruh jangkauan penerima pesan tanpa batas
2. merepresentasikan
jangkauan maksimum paling realistis penerimaan pesan.
3. mempresentasikan
audiens sesungguhnya yang terjangkau oleh media
4. mempresentasikan
audiens yang memberikan perhatian lebih dalam
5. mempresentasikan
audiens yang terpengaruh secara perilaku maupun pemikiran
E.
Tipe
Audiens
Menurut
McQuail (1987:206-208) asal usul berbagai audiens mempunyai dua tipe dasar,
tetapi setiap tipe paling sedikit mempunyai dua sub tipe, yang dapat
dikarakterisasikan lebih lanjut sebagai berikut :
·
Kelompok atau publik
Sejalan
dengan suatu pengelompokan sosial yang ada (misalnya, komunitas,keanggotaan
minoritas politis, religius, atau etnis) dan dengan karakteristik social bersama
dari tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Audiens seperti itu
mungkin lebih stabil sepanjang waktu dari tipe audiens yang lain. Paraanggota
bertahan lama, tanggap terhadap, dan memiliki partisipasi tertentu dalamapa
yang ditawarkan.2.Kelompok kepuasan terbentuk atas dasar tujuan atau kebutuhan
individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan misalnya,
dengan isu politik atau sosial, jadi suatu kebutuhan umum akan informasi atau
akan kepuasan emosional dan afeksi tertentu. Dari segi komposisinya mungkin
agak homogen, aktif dalammengungkapkan permintaan yang membentuk penawaran, dan
juga selektif.Akantetapi audiens tipe ini bukanlah kelompok sosial tetapi
kumpulan dari individu-individu yang terwujud dalam perilaku konsumen.
Aktivitas dan selektivitasrasional terungkap dalam perilaku individu.3.Kelompok
penggemar atau budaya cita rasaTerbentuk atas dasar minat pada jenis isi (atau
gaya) atau daya tarik tertentuakan kepribadian tertentu atau cita rasa
budaya/intelektual tertentu. Komposisinyaakan berubah sepanjang waktu, meskipun
beberapa audiens seperti itu mungkin juga stabil.Eksistensinya tergantung isi
yang ditawarkan dan bila isi berubahaudiens pasti bubar atau membarui diri.
·
Audiens medium
Berasal
dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumbermedia tertentu
misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi.Anggotanya umumnya
adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atauproduk lain yang diiklankan
oleh media tersebut.
Tipologi Formasi Audiens
1. Kelompok
atau publik
Istilah
ini muncul sejalan dengan pengelompokan sosial yang ada (misalnya komunitas,
keanggotaan minoritas politis, religius atau etnis) dan dengan karakteristik
sosial bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya.
Tipe
ini angat cocok dengan konsep audiens sebagai publik seperti yang sudah
dijelaskan. Di sini mungkin sekali terdapat beberapa ikatan normatif di antara
audiens dan sumber, dan di dalam audiens mungkin terjadi interaksi dan
kesadaran identitas serta tujuan tertentu. Audiens seperti ini mungkin lebih
stabil sepanjang waktu daripada tipe audiens lain. Para anggotanya bertahan
lama, tanggap terhadap, dan memiliki partisipasi tertentu pada apa yang
ditawarkan.
2. Kelompok
Kepuasan
Audiens
dalam pengertian ini terbentuk atas dasar tujuan atau kebutuhan individu
tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan dengan, misalnya isu
politik atau sosial.
Tipe
audiens ini, yang didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga mungkin
agak homogen dilihat dari segi komposisinya, aktif dalam mengungkapkan
permintaan yang membentuk penawaran, dan juga selektif.Akan tetapi tipe audiens
ini bukanlah kelompok sosial, melainkan kumpulan dari individu-individu yang
terwujud dalam perilaku konsumen.Mereka termasuk kategori pasar atau kumpulan
dari apa yang telah dijelaskan di depan. Aktivitas dan selektivitas rasional
terungkap dalam perilaku dan para anggota biasanya tak akan melihat diri mereka sebagai kelompok atau pasar khusus.
3. Kelompok
penggemar atau budaya cita rasa
Terbentuk
atas dasar minat pada jenis isi (atau gaya) atau daya tarik tertentu akan
kepribadian tertentu atau cita rasa budaya/intelektual tertentu.
Tipe
audiens ini terdiri dari kelompok penggemar atau pengikut pengarang,
kepribadian, gaya tetapi tidak memiliki suatu definisi atau kategori sosial
yang jelas. Komposisinya akan berubah sepanjang waktu, meskipun beberapa
audiens seperti itu mungkin juga stabil. Eksistensinya seluruhnya tergantung
pada isi yang ditawarkan dan bila isi ini berubah, audiensi pasti bubar atau
memperbarui diri.
Kadang-kadang
jenis audiens ini didorong oleh media untuk membentuk diri menjadi kelompok
sosial (seperti klub penggemar) atau mereka secara spontan mentransformasikan
diri menjadi kelompok sosial.
4. Audiens
medium
Berasal
dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media tertentu
misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi.
Ada
banyak contoh saluran audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga didorong
oleh media karena alasan komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau oleh
manipulasi, loyalitas seperti itu dapat memberi beberapa karakteristik publik
atau kelompok sosial pada jenis audiens ini seperti stabilitas, batas-batas,
dan kesadaran identitas.
Akan
tetapi, bagi kebanyakan media yang beorientasi komersial, audiens jenis ini
lebih mirip dengan kumpulan atau pasar. Anggotanya umumnya adalah pelanggan
produk media yang dibicarakan atau produk lain yang diiklankan oleh media
tersebut.
F.
Karakteristik
Audiens
Menurut
Hiebert karakteristik audiens diantaranya:
·
Audiens cenderung berisi
individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh
hubungan sosial diantara mereka. Pemilihan media berdasarkan kesadaran audiens
sendiri.
·
Audiens cenderung besar. Besar berarti
audiens tidak hanya berada pada suatu wilayah sasaran komunikasi massa, yang
berarti berada dalam jangkauan yang luas dan tak terukur.
·
Audiens cenderung heterogen. Heterogen
berarti audiens terdiri dari beragam lapisan dan kategori sosial. Meskipun
media massa membuat kategori khusus dalam mempetakan audiens, akan tetapi
audiens akan tetap heterogen walaupun mempetakannya melalui komunitas hobi khusus
tertentu.
·
Audiens cenderung anonim, yaitu tidak
mengenal satu sama lain. Keseluruhan audiens media tidak bisa saling mengenal
satu sama lain secara keseluruhan, dalam pengertian yang menekankan pada semua audiens
sebuah media yang jumlahnya bisa mencapai jutaan.
·
Unbound each other, yaitu tidak terikat
satu sama lain, baik antara individu dalam audience maupun antara komunikator
dengan audience, sehingga sulit digerakkan untuk suatu tujuan tertentu seperti
pada crowd (kerumunan).
·
Isolated from one another, yaitu
tertutup satu sama lain sehingga mereka seperti atom-atom yang terpisah namun
tetap merupakan satu kesatuan , yaitu sama-sama pengguna media massa.
G.
Jenis-jenis
Audiens
Audience/Khalayak
yang muncul seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan media. Nightingale
(2003) mengemukakan tipologi baru yang berupa keanekaragaman baru, diantaranya
ada 4 (empat) jenis sebagai berikut :
·
Audiens sebagai orang berkumpul. Pada
dasarnya diukur sebagai agregat
memperhatikan presentasi media tertentu atau produk pada waktu tertentu
ini disebut dengan penonton.
·
Audiens sebagai penonton yang berbicara.
Merujuk kepada sekelompok orang yang
digambarkan oleh komunikator dan untuk konten yang dibentuk. Hal ini juga
dikenal sebagai audiens tertulis.
·
Audiens sebagai penonton yang mengalami
langsung kejadian. Penerimaan pengalaman sendiri atau dengan orang lain sebagai
sebuah peristiwa interaktif dalam kehidupan sehari-hari, dalam konteks oleh
tempat atau fitur lain.
·
Audiens dimana penonton yang mendengar.
Dasarnya mengacu pada partisipatif pengalaman penonton, ketika penonton terbawa
dalam sebuah pertunjukan atau diaktifkan untuk berpartisipasi dari jarak jauh
berarti memberi tanggapan pada waktu yang sama.
H.
Faktor
Audiens Massa
Dalam
audiens massa juga terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya suatu
aktivitas dalam audiens massa itu sendiri. Faktor-faktor yang ada dalam segala
aktivitas audiens massa, yaitu faktor individu, sosial, dan media.
1. Faktor
individual misalnya bisa kita lihat dari jenis kelamin, umur, intelegensia,
kepribadian, dan tempat atau latar belakang siklus kehidupannya.
2. Faktor
sosial misalnya hubungan antara kelas sosial dengan konsumsi media. Blumer
mengidentifikasikan faktor sosial seperti: status perkawinan, partisipasi
kerja, mobilitas sosial, dan ukuran potensial interaksi. Faktor-faktor sosial
tersebut kemudian akan menentukan bagaimana kebutuhan orientasi media, kondisi
orientasi audiens terhadap media, dan situasi sosial konsumsi media, yang
semuanya itu mempengaruhi aktivitas audiens.
3. Faktor
media dilihat dari perbedaan-perbedaan kompleksitas pesan, gaya pesan, dan
variasi-variasi dalam isi pesan substantif.
I.
Perspektif
Audiens
Melvin
De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach (dalam Nurudin, 2004; Rakhmat, 1994) mengkaji
interaksi audiens dan bagaimana tindakan audiens terhadap isi media.Mereka
menyajikan tiga perspektif yang menjelaskan kajian tersebut. Ketiga perspektif
itu adalah sebagai berikut:
1. Individual
Differences Perspective.
Perspektif
perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis
individu akan menentukan bagaimana individu memilih memilih stimuli dari
lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Berdasarkan
ide dasar dari stimulus-response, perspektif ini beranggapan bahwa tidak ada
audiens yang relatif sama, makanya pengaruh media massa pada masing-masing
individu berbeda dan tergantung pada kondisi psikologi individu itu yang
berasal dari pengalaman masa lalunya. Dengan kata lain, masing-masing individu
anggota audiens bertindak menanggapi pesan yang disiarkan media secara berbeda,
hal ini menyebabkan mereka juga menggunakan atau merespon pesan secara berbeda
pula.
Dalam
diri individu audiens terdapat apa yang disebut konsep diri, konsep diri
mempengaruhi perilaku komunikasi -mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia
membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat.
Dengan kata lain, konsep diri mempengaruhi terpaan selektif, persepsi selektif,
ingatan selektif.
Terpaan
Selektif adalah paparan selektif terjadi ketika orang-orang cenderung untuk
mengekspos diri mereka dalam berbagai pesan atau rangsangan yang sesuai dengan kepentingan
mereka dan menghindari komunikasi yang menyebabkan disonansi keyakinan mereka.
Bittner (1986) menyatakan bahwa teori paparan selektif menyarankan kita agar
memilih media massa yang mendukung keyakinan kita serta memiliki program dan
informasi menarik bagi kepentingan kita sendiri. Selanjutnya, semakin sering
kita menggunakan media massa tersebut, semakin banyak pula pengiriman informasi
yang menarik kepada kita. Paparan yang mendukung kepentingan kita secara
terus-menerus membuat kita terisolasi secara psikologis. (Richard West, Lynn H.
Turner, 2008;138).
Persepsi
Selektif, yaitu setiap individu pasti menyeleksi pesan yang sesuai dengan
preferensi mereka, mereka hanya membaca pesan yang sesuai dengan sikap yang
ada. Jadi, mereka kemungkinan dapat mengabaikan atau bahkan salah menafsirkan
pesan. Misalnya, bila ada seorang politikus, ia mungkin setuju dengan semua apa
yang dikatakan para politikus terlepas dari pendapatnya sendiri, tetapi bila
lawannya mengatakan sesuatu ia akan langsung menentangnya meskipun lawannya
mengatakan hal yang sama. Kita dapat mengatakan politikus itu telah salah dalam
melakukan persepsi selektif.itu bukan kejahatan serius tetapi bagaimana
distorsi individu dapat bereaksi terhadap pesan. (Wiryanto, 2008;76)
Retensi
Selektif berarti bahwa kita cenderung untuk mengingat hal-hal yang akrab bagi
kita atau yang kita anggap sesuai dengan prasangka kita.Misalnya, bila seorang
politisi membuat pidato, kita mungkin hanya memperhatikan bagian-bagian dari
pidato yang kita setuju.bila kita merasakan seluruh pidato tersebut
menguntungkan, kita mungkin ingat semua itu. bila kita melihatnya sebagai
pidato yang tidak menguntungkan, kita dapat menghapus itu sepenuhnya dari
pikiran kita. Bila bagian-bagian dari pidato mempengaruhi kita secara positif,
kita mengingat bagian-bagiannya dan melupakan yang negatif atau bagian negatif
dapat menjadi hal yang sangat kita ingat. Jadi bagaimana kita menentukan apa
yang kita perhatikan dan pertahankan, proses inilah yang disebut retensi
selektif. Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi retensi selektif meliputi
pentingnya kegunaan pesan, sejauhmana pesan bertepatan dengan kecenderungan,
intensitas pesan dan sarana yang disampaikan. (Vir Bala Aggarwal, VS Gupta,
2002 30-32).
2. Social
Categories Perspective
Perspektif
ini melihat di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang
didasarkan pada karakteristik umum seperti jenis kelamin, umur, pendidikan,
pendapatan, keyakinan beragama, tempat tinggal, dan sebagainya. Masing-masing
kelompok sosial itu memberi kecenderungan anggota-anggotanya mempunyai kesamaan
norma sosial, nilai, dan sikap. Dari kesamaan itu mereka akan mereaksi secara
sama pada pesan khusus yang diterimanya. Berdasarkan perspektif ini, pemilihan
dan penafsiran isi oleh audiens dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang
ada dan oleh norma-norma kelompok sosial.Dalam konsep audiens sebagai pasar dan
sebagai pembaca, perspektif ini melahirkan segmentasi. Contoh: Anak-anak
membaca Bobo, Yunior, Ananda. Ibu-ibu membaca Kartini, Sarinah, Femina.Kaum
Islam membaca Sabili, Hidayah.
3. Social
Relation Perspective.
Persektif
ini menyatakan bahwa hubungan secara informal mempengaruhi audiens dalam
merespon pesan media massa. Dampak komunikasi massa yang diberikan diubah
secara signifikan oleh individu-individu yang mempunyai kekuatan hubungan
sosial dengan anggota audiens. Tentunya perspektif ini eksis pada proses
komunikasi massa dua tahap, dan atau multi tahap.
J. Segmentasi Audiens
Media penyiaran
harus menentukan segmentasi audiens yang akan ditujunya, dalam proses
pemasaran, segmentasi ini tidak berdiri sendiri, segmentasi merupakan satu
kesatuan dengan targetting dan positioning. Targeting atau menetapkan target
audiens adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targetting
adalah target audiens yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan iklan.
Segmentasi pasar audiens adalah suatu konsep yang sangat penting dalam memahami
audiens penyiaran dan pemasaran program. Eric Berkowitz dan rekannya
mendefinisikan segmen pasar sebagai “dividing up market into distinct
groups that (1) have common needs and (2) will respond similarly to a market
acion”. (membagi uatu pasar kedalam kelompok-kelompok yang jelas yang
(1)memiliki kebutuhan yang sama dan (2) memberikan respons yang sama terhadap
suatu tindakan pemasaran). Dengan demikian, jika ditinjau dari prespektif
audies penyiaran, maka segmentasi pasar adalah suatu kegiatan untuk mebagi-bagi
atau mengelompokkan audien kedalam kotak-kotak yang lebih homogen.
Khalayak audiens umum memiliki
sifat yang heterogen, maka akan sulit bagi media penyiaran untuk melayani
semuanya. Oleh karenannya harus dipilih segmen-segmen audien tertentu saja dan
meninggalkan segmen lainnya. Bagian atau segmen yang dipilih itu adalah bagian
yang homogen yang memiliki ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan
stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pengelola program penyiaran
harus memilih satu atau beberapa segmen audien saja yang memiliki karakter atau
respons yang sama dari seluruh penduduk Indonesia. Dengan memahami siapa
audiensnya maka praktisi penyiaran dapat menentukan bagaimana cara
menjangkaunya, program apa yang dibutuhkan, dan bagaimana mempertahankan audien
dari program pesaing. Perusahaan praktis harus memilih segmen mana yang ingin
dikuasai dan untuk itu harus dikuasai secara jelas siapa audiensnya. Misalnya,
bagaimana kelas sosial ekonomi audiens dan program seperti apa yang mereka
inginkan. Pengelola program penyiaran harus memahami kebutuhan audien dalam
upaya untuk dapat mendesain program yang dapat memenuhi kebutuhan mereka secara
efektif. Identifikasi audien dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan
sejumlah audien yang memiliki gaya hidup, kebutuhan dan kesukaan yang sama.
Segmentasi Demografis
Segmentasi audiens berdasarkan
demografi pada dasarnya adalah segmentasi yang didasarkan berdasarkan peta
kependudukan, misalnya: usia, jenis kelamin, besarnya anggota keluarga,
pendidikan tertinggi yang dicapai, jenis pekerjaan konsumen, tingkat
penghasilan, agama, suku, dan sebagainya. Semua ini disebut dengan
variabel-variabel demografi. Data demografi dibutuhkan antara lain untuk
mengantisipasi perubahan- perubahan audien menyangkut bagaimana media penyiaran
menilai potensi audien yang tersedia dalam area geografi yang dapat dijangkau.
Praktisi pemasaran perlu
memahami data demografiyang terkait dengan strategi iklan ini agar dapat
menentukan media penyiaran yang paling sesuai dengan kebutuhan audiennya. Media
penyiaran yang menyediakan program yang cocok atau program yang yaang dibutuhkan
pemasang iklan untuk menyampaikan pesan iklannya berpeluang untuk mendapatkan
iklan yang lebih besar. Selain itu, segmentasi audien berdasarkan data
demografi dibutuhkan untuk mengambil keputusan manajerial. Misalnya, stasiun
televisi menggunakan data demografi untuk membuka pemancar (transmisi) baru.
Segmentasi Geografis
Segmentasi ini membagi khalayak audiens berdasarkan jangkauan geografis. Pasar
audien dibagi-bagi kedalam beberapa unit geografis yang berbeda yang mencakup
suatu wilayah negara, provinsi, kabupaten, kota hingga ke lingkungan perumahan.
Pemasang iklan media penyiaran menggunakan segmentasi geografis ini karena
konsumen terkadang memiliki berbelanja yang berbeda-beda yang dipengaruhi
lokasi dimana mereka tinggal. Para penganut segmentasi ini percaya setiap
wilayah memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah lainnya. Oleh karenanya
setiap wilayah di suatu negara perlu dikelompokkan berdasarkan kesamaan
karakternya.
Segmentasi Geodemografis
Ini merupakan gabungan dari segmentasi geografis dan segmentasi demografis.
Para penganut konsep ini percaya bahwa mereka yang menempati geografis yang
sama cenderung memiliki karakter-karakter demografis yang sama pula, namun
wilayah tempat tinggal mereka harus sesempit mungkin, misalnya kawasan-kawasan
pemukiman atau kelurahan dikota-kota besar. Contohnya, orang-orang yang
sama-sama tinggal di daerah elit disuatu kota cenderung untuk memiliki
karakteristik yang sama. Dengan kalimat lain, mereka yang bertenpat tinggal
didaerah elit memiliki karakter yang berbeda dengan mereka yang tinggal
dikawasan perkampungan.
Segmentasi Audiens
Televisi
Diawal perkembangan televisi swasta di Indonesia pada tahun 1980-an,
semua stasiun televisi melakukan segmentasi dan targetting audien secara luas
atau lebih tepat lagi tidak memiliki segmen audien. Harus diakui bahwa stasiun
televisi ketika itu belum menerapkan betul-betul strategi segmentasi dan target
sudien. Salah satu sebabnya adalah industri pertelevisian Indonesia masih
sangat muda.
Segmentasi Pendengar / Audien Stasiun Radio
Media penyiaran di Indonesia yang cukup tersegmentasi adalah stasiun
radio. Stasiun radio di kota besar berdasarkan penelitian
tidak lagi menjadi media yang bersifat umum yang membidik seluruh lapisan
masyarakat. Stasiun radio tersebut harus membidik secara terbatas; apakah
kalangan remaja, pebisnis, atau pecinta musik.
Namun
di kota kecil atau daerah pedalaman yang belum banyak penduduknya, tidak
diperlukan segmentasi
audien.
Karena tingkat persaingan masih sangat rendah sehingga media penyiaran
cenderung bersifat umum. Apabila stasiun
radio memiliki segmentasi audien yang jelas, sangat dibutuhkan oleh para
pemasang iklan untuk memasarkan produknya.
Kelebihan
radio dapat dinikmati pendengar sambil melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
Radio dapat menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media cetak.
Pendengar radio dapat dijangkau dalam seketika, dan pesan-pesan yang
disampaikan lewat radio menimbulkan efek imajinasi yang besar. Namun demikian
radio memiliki sifat lokal yaitu memiliki daya jangkau yang terbatas. Oleh
sebab itu dalam radius jangkauannya radio harus memiliki segmentasi yang jelas
dan tajam siapa yang ingin dijangkaunya.
Untuk
stasiun radio yang baru amat
penting menentukan segmentasi sebelum memulai aktivitas siaran. Segmentasi yang
jelas akan menentukan format siaran yang meliputi pemilihan program dan gaya
siaran sesuai dengan target audien yang dituju. Tujuan menentukan format siaran
untuk memenuhi sasaran khalayak secara spesifik dan untuk kesiapan berkompetisi
dengan radio lainnya disuatu area/region.
Proses
penentuan format dimulai dari penentuan visi dan misi yang ingin dicapai,
pemahaman tentang audiens yang dituju melalui riset ilmiah untuk mengetahui apa
kebutuhan dan bagaimana prilaku sosiologis-psikologis mereka. Dari sini
ditentukan format siaran yang relevan beserta implementasinya pada wilayah
program dan pemasaran. Terdapat puluhan format siaran radio yang berkembang
hingga saat ini.
Berikut
format siaran yang paling populer
adalah yang dibagi berdasarkan kelompok umur, yaitu;
·
Format remaja
·
Format dewasa
·
Format Laki-laki atau Perempuan
·
Format Profesi Politik
·
Format Profesi Hukum
Bentuk Partisipasi Audiens di
Media Online
Partisipasi audiens
terhadap konten di media massa online:
·
Voters
Salah
satu interaksi paling mudah bagi audiens untuk berpartisipasi di situs media
menggunakan isu yang sedang populer untuk peluang partisipasi publik yang lebih
besar. Voting biasanya tidak membuka identitas partisipan;
sumber suara seringkali tidak ditampilkan.
·
Likers
Setelah
populer via Facebook, tombol “Like” bisa jadi
bentuk pernyataan audiens dengan sekali klik. Tergantung fitur yang tersedia, “Like” bisa jadi tidak anonim; audiens lain bisa
melihat siapa saja yang suka karena pernyataannya positif dan tidak memilih.
·
Retweeters
Nyaris
semua media besar saat ini nge-tweet dari akun resminya. Ini salah satu
bentuk menghampiri audiens di linimasa Twitter, media sosial yang lagi
digandrungi publik (bukan mayoritas, tapi relatif berpengaruh). Jika tertarik,
audiens pun bisa dengan mudah me-retweet kicauan si media; tidak jarang,
diikuti dengan komentar atas judul maupun isi berita/artikel.
·
Cross-posters
Disini
audiens menyebar ulang tidak hanya di Twitter. Jika isu yang diangkat media
sangat relevan dengan komunitas seseorang misalnya, besar kemungkinan ia sharingtautan
berita/artikel ke forum komunitasnya, di milis atau BBM group. Selain
itu, kini sudah banyak aplikasi agregator konten seperti Pulse, Flipboard, atau Google
Current, yang membuka peluang audiens berbagi konten ke berbagai
kanal media sosial.
·
Commentators
Ini
bentuk partisipasi yang advance. Jika audiens sampai berkomentar langsung di
bawah berita/artikel yang ditampilkan; bisa jadi ia punya minat besar terhadap
konten tersebut.
·
Photos/Video
Submitters
Ini
bukan sekadar effort berkomentar,
tapi ia berbagi foto/video. Era media sosial dan teknologi saat ini, pengguna
bisa sangat niat mengolah foto yang akan dia publish pada
khalayak, dan di saat bersamaan ia bisa melakukan itu dengan mudah.
·
Discussion-Makers
Jika
suatu situs media membarikan ruang terciptanya diskusi (which is required in this era of conversations), maka
interaksi pengguna yang lebih oke lagi adalah saat ia menciptakan diskusi di
dalam media tersebut. Istilah ngetopnya, bikin thread.
·
Blogger
Tahap
ini agak tinggi, karena bukan hanya partisipasi sekali klik, berbagi foto, atau
melontarkan diskusi; tapi ia menyatakan pandangannya secara terang-terangan
terhadap suatu hal, dalam bentuk tulisan. Audiens seperti ini, bisa dikatakan,
sudah merasa cukup nyaman beraktivitas di situs media terkait.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Audiens
adalah sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai
media atau komponen beserta isinya, seperti pendengar radio dan atau penonton
televisi.
Konsep
alternatif tentang audiens sebagai berikut: Audiens sebagai kumpulan penonton,
pembaca, pendengar, dan pemirsa, audiens sebagai massa, audiens sebagai
kelompok social, dan audiens sebagai pasar.
Tipe
audiens: Kelompok atau publik, kelompok kepuasan, Kelompok penggemar atau budaya
cita rasa dan audiens medium.
Menurut
Hiebert karakteristik audience diantaranya: Audiens cenderung berisi
individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan
sosial diantara mereka, Audiens cenderung besar, Audiens cenderung heterogen,
Audiens cenderung anonim, Unbound each other dan Isolated from one another.
Jenis-jenis
Audiens: Audiens sebagai orang berkumpul, Audiens sebagai penonton yang
berbicara, Audiens sebagai penonton yang mengalami langsung kejadian, dan
audiens dimana penonton yang mendengar.
DAFTAR PUSTAKA
Baran,
Stanley J. & Dennis K. Davis. 2003. Mass
Communication Theory:
Foundation Ferment, and Future.
USA: Wadsworth.
Denis,
Mcquaild. 1996. Teori komunikasi Massa.
Jakarta: Erlangga.
Graeme Bruton
.1990. More Than Meets The eye: An Introduction to Media Studies. Newyork.
http://books.google.co.id/books
/audience+dalam+media+massa&source/
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
McQuail.
1987. Teori Komunikasi Massa edisi 2.
Jakarta: Erlangga.
Mcquail.
2000. Mass Communication Theory.
London: SAGE Publication.
Nurudin.
2003. Komunikasi Massa. Malang: CESPUR.
Nurudin. 2007. Pengantar
Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo.
Riverd William L. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern.
Jakarta: PT
Kencana.
Sari, Endang S. 1993. Audience Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar